Wakaf Produktif, Mengalirkan Pahala Tiada Henti

Orang beriman paling beruntung adalah orang yang ketika detak jantungnya berhenti, tapi amalan pahalanya mengalir tiada henti. Hal itu bisa dilakukan salah satu caranya kalau kita berwakaf, khususnya wakaf produktif.

Manfaat wakaf produktif tidak hanya bagi penerima manfaatnya saja, tetapi juga bagi wakif atau orang yang berwakaf. Manfaat (pahala jariyah) bagi wakif akan mengalir hingga hari kiamat. Masya Allah.

Dengan kata lain, wakaf merupakan investasi jariyah kita untuk bekal di akhirat kelak. Teringat kisah Sahabat Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berwakaf dan amalan dari wakaf tersebut terus bermanfaat untuk banyak orang hingga 1.000 tahun lebih.

Hal ini sungguh-sungguh telah terjadi dan dibuktikan oleh sahabat Utsman bin Affan radiyallaahu ‘anhu. Sudah 1.400 tahun lebih dari masa kehidupannya, namun satu amalan kebaikan yang dilakukan beliau saat hidup, terus bermanfaat dan beranak pinak hingga kini.

Apa yang kiranya telah dilakukan oleh sahabat Utsman bin Affan sehingga satu kali melakukan amalan bisa terus bermanfaat hingga lebih dari 1.000 tahun kemudian?

Rupanya beliau mewakafkan sebuah sumber air (sumur) untuk penduduk Madinah. Saat itu kota Madinah sedang mengalami paceklik hingga kesulitan air bersih, sehingga satu-satunya sumber air yang tersisa hanyalah Sumur Raumah milik seorang Yahudi. Penduduk Madinah harus rela antri dan membayar mahal untuk mendapatkan air dari sumur ini.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang prihatin melihat kondisi ini kemudian bersabda: “Wahai sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim)

Utsman bin Affan radiyallaahu ‘anhu segera bertindak cepat, ia mendatangi Yahudi pemilik sumur Raumah itu dan melakukan negosiasi, namun meski ditawar dengan harga tinggi, Yahudi tersebut enggan menjual penuh sumur itu karena khawatir kehilangan sumber penghasilannya.

Utsman tak kehabisan akal, ia memberi ide untuk membeli setengah sumur tersebut seharga puluhan ribu dirham (Milyaran Rupiah), dengan pembagian satu hari sumur itu miliknya, satu hari selanjutnya milik si Yahudi tersebut, bergantian satu hari-satu hari seperti itu. Yahudi itu pun setuju.

Utsman segera mengumumkan pada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah untuk mengambil secara gratis tanpa bayaran karena hari itu sumur adalah milik dirinya, namun usahakan mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari karena esok harinya sumur tersebut bukan lagi milik Utsman.

Sang Yahudi kemudian menyadari sumur miliknya sepi pembeli karena para penduduk sudah memiliki persediaan air untuk 2 hari, maka ia pun menawarkan Utsman untuk membeli setengah lagi sumur tersebut dengan harga total keseluruhan 20.000 dirham (sekitar 5 Miliar Rupiah). Maka sumur Raumah pun menjadi milik Utsman sepenuhnya, dan kemudian beliau mewakafkannya untuk kaum muslimin.

Setelah itu, daerah di sekitar sumur tersebut menjadi subur dan ditumbuhi pohon kurma, yang kemudian dipelihara oleh Daulah Utsmaniyah hingga makin berkembang setelah itu dipelihara oleh pemerintah Saudi.

Selanjutnya Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar, setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan.

Rekening tersebut dipegang oleh Kementerian Wakaf. Sampai pada akhirnya jumlah uang dalam rekening dapat digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Markaziyah (area eksklusif) dekat Masjid Nabawi, yang kemudian dibangun hotel berbintang lima di tanah atas nama Utsman bin Affan. Masya Allah!

Inilah hasil perniagaan Utsman dengan Allah yang tak pernah membawa kerugian. Bahkan hingga kini, setelah 1.400 tahun lebih, rekening atas nama Utsman bin Affan tersebut masih ada dan terus-menerus menghasilkan manfaat yang beranak pinak.

Sahabat, jika kita mendapat kesempatan, bersediakah berwakaf untuk kemaslahatan umat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh khalifah Utsman bin Affan tersebut? Semoga Allah mampukan kita. Aamiin.