Kisah Utsman bin Affan yang Mewakafkan Sumur

Pada masa Nabi Muhammad SAW, Madinah menjadi pusat kehidupan umat Islam setelah hijrah dari Mekkah. Saat itu, kaum Muslimin yang tinggal di Madinah menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah akses terhadap air bersih. Madinah, meskipun subur, tidak memiliki banyak sumber air yang dapat diandalkan. Hanya ada satu sumur yang airnya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota, yaitu Sumur Raumah (Bi’ru Raumah).

Sumur ini dimiliki oleh seorang Yahudi yang memonopoli airnya dengan menjualnya kepada penduduk Madinah dengan harga yang sangat tinggi. Karena harganya yang mahal, banyak dari kaum Muslim yang kesulitan untuk membeli air, dan hal ini menyebabkan penderitaan di kalangan masyarakat, terutama di antara mereka yang miskin.

Kepedulian Utsman bin Affan

Mendengar kondisi ini, Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabatnya dan berkata, “Siapa yang bersedia membeli sumur ini dan menyedekahkannya kepada umat, maka baginya adalah surga.” Tantangan ini disampaikan sebagai upaya untuk mengakhiri penderitaan umat Islam yang kesulitan mendapatkan air bersih.

Mendengar sabda Rasulullah ini, Utsman bin Affan, salah seorang sahabat yang dikenal dengan kedermawanannya, segera bangkit. Utsman, yang memang telah dikenal sebagai seorang yang kaya raya dan dermawan, memutuskan untuk mengambil tanggung jawab ini.

Utsman pergi menemui pemilik sumur tersebut dan menawarkannya untuk membeli sumur Raumah. Namun, pemiliknya enggan menjual seluruh sumur tersebut karena sumur ini adalah sumber pendapatan utamanya. Setelah negosiasi, pemilik sumur itu setuju untuk menjual setengah dari sumur tersebut kepada Utsman bin Affan dengan syarat bahwa mereka akan berbagi hari. Satu hari, air dari sumur akan dijual oleh pemilik Yahudi tersebut, dan pada hari berikutnya, air dari sumur akan menjadi milik Utsman, yang ia putuskan untuk menyedekahkannya kepada masyarakat secara gratis.

Pengorbanan Utsman bin Affan

Dengan perjanjian ini, Utsman bin Affan mulai menyedekahkan air dari sumur Raumah setiap dua hari sekali kepada seluruh penduduk Madinah tanpa memungut biaya sepeser pun. Kaum Muslimin, yang pada hari sebelumnya harus membayar untuk mendapatkan air, kini dapat mengambil air secara gratis pada hari-hari milik Utsman.

Melihat bahwa pendapatannya menurun drastis karena orang-orang hanya membeli air pada hari-hari miliknya, pemilik sumur Yahudi tersebut akhirnya menyadari bahwa ia tidak dapat terus melanjutkan usahanya dengan kondisi seperti ini. Ia akhirnya setuju untuk menjual sisa sumur tersebut kepada Utsman bin Affan.

Utsman pun membeli seluruh sumur tersebut dan segera mewakafkannya sepenuhnya untuk kepentingan umat. Dengan langkah mulia ini, seluruh penduduk Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim, dapat menikmati air bersih secara gratis tanpa harus membayar. Keputusan ini sangat meringankan beban masyarakat Madinah dan menyelesaikan masalah air yang sebelumnya sangat menyulitkan.

Keutamaan dan Pahala Utsman bin Affan

Tindakan Utsman bin Affan ini menjadi salah satu contoh nyata dari sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir, bahkan setelah beliau wafat. Sumur Raumah yang telah diwakafkan Utsman bin Affan terus memberikan manfaat bagi banyak orang selama bertahun-tahun, bahkan hingga generasi-generasi setelahnya.

Rasulullah SAW sendiri memberikan penghargaan yang tinggi terhadap amal Utsman ini. Beliau bersabda, “Utsman telah membeli surga dengan sumur Raumah.” Ini menunjukkan betapa besar pahala yang diberikan kepada seseorang yang menyedekahkan hartanya untuk kepentingan umum, terutama dalam hal yang sangat vital seperti air bersih.

Warisan Kedermawanan Utsman bin Affan

Kisah Utsman bin Affan yang mewakafkan sumur Raumah ini menjadi inspirasi bagi umat Islam di seluruh dunia tentang pentingnya berbagi dan berkorban demi kebaikan bersama. Sumur yang beliau wakafkan tidak hanya menyelamatkan banyak nyawa dan meringankan penderitaan masyarakat Madinah, tetapi juga menjadi sumber pahala yang tak terputus bagi beliau.

Kedermawanan Utsman bin Affan mengajarkan kita bahwa kekayaan yang dimiliki dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memberi manfaat yang luar biasa kepada orang lain. Hingga kini, kisah ini masih terus diceritakan sebagai teladan bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap terhadap hartanya—bahwa harta tersebut adalah amanah yang dapat digunakan untuk kebaikan yang lebih besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
Chat WhatsApp
WhatsApp